Senin, 09 Februari 2015

Pelanggaran etika bisnis pada dunia perpajakan

Kantor Akuntan KPMG Indonesia Digugat di AS
Kantor akuntan publik (KAP) ternama di Jakarta, KPMG Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) dan Soni Harsono menjadi tergugat di Pengadilan AS. Tuduhannya tidak main-main: menyuap pejabat kantor pajak di Jakarta. Sony, senior partner KPMG-SSH sebagai tergugat kedua mengatakan perkara di AS itu sudah selesai. Di Indonesia?
Nama KPMG-SSH tentu sudah tidak asing lagi bagi para eksekutif perusahaan-perusahaan besar di Jakarta. KAP ini juga merupakan satu dari beberapa kantor akuntan besar andalan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam melakukan restrukturisasi sekian banyak institusi keuangan di Indonesia.
Namun, berita tentang KPMG-SSH yang dikeluarkan oleh Securities Exchange Commision (SEC) pada  17 September 2001 lalu bukanlah hal yang bisa dikatakan prestasi bagi KAP itu. Pasalnya, rilis SEC tersebut mengumumkan bahwa KPMG-SSH dan senior partner-nya, Sony B. Harsono, diduga telah melakukan penyuapan terhadap pejabat kantor pajak di Jakarta.
Apinya di Indonesia, asapnya di AS
Ada apa di balik dugaan praktek penyuapan yang dituduhkan terhadap KPMG-SSH yang notabene berkantor di Indonesia? Lagi pula, praktek suap yang dituduhkan oleh kedua lembaga pemerintah AS itu pun terjadinya di Indonesia. Jadi, persoalan ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, khususnya bagi mereka yang  telah bertahun-tahun memakai jasa KPMG-SSH.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. "Api" yang menyala di Indonesia, "asapnya" mengembara sampai ke AS. Kronologisnya begini, AS memiliki undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA), yaitu undang-undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU ini memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus gugatan terhadap KPMG-SSH , mitra bisnis dari multinational accounting firm KPMG International, ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT Eastman Christensen (PTEC). PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Barker Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.
PTEC ini sendiri adalah pihak yang  menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman AS, meminta KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak Jakarta Selatan (PTEC berdomisili di Jakarta Selatan-red). Perintah itu dimaksudkan agar jumlah kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
Perintah langsung Baker Hughes?
Penyuapan yang diduga digagas oleh Harsono melibatkan jumlah yang sangat signifikan. Menurut gugatan itu, KPMG-SSH telah menyetujui untuk melakukan pembayaran ilegal tersebut. Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat kantor pajak agar "memangkas"  jumlah kewajiban pajak PTEC, dari AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu.Sebelumnya, Harsono mensyaratkan adanya instruksi langsung dari Baker Hughes (dan bukan dari PT EC) kepada KPMG-SSH untuk membayar pejabat kantor pajak. Atas dasar instruksi itu, tulis rilis SEC, kantor KPMG-SSH bersedia melakukan praktek haram (illicit) tersebut.
Singkat cerita, transaksi suap-menyuap antara sang pegawai yang telah diberi mandat oleh Harsono dengan oknum pejabat kantor pajak itupun terjadi. Kemudian, tulis rilis SEC, untuk mengubur penyuapan itu Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG.Tagihan tersebut kemudian didesain tidak hanya untuk menutupi pembayaran uang suap kepada petugas kantor pajak. Namun, sekaligus untuk fee atas imbal jasa KPMG-SSH bagi PTEC. Meskipun dibuat seolah-olah sebagai biaya atas jasa KPMG-SSH, tagihan fiktif”itu sebenarnya mewakili dana sogokan senilai AS$75 ribu yang akan diberikan pada pejabat kantor pajak. Sementara sisanya adalah biaya jasa KAP dan utang pajak yang sesungguhnya.
Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar AS$143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.Hasil  "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono baru terlihat beberapa minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil penghitungan pajak yang besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah. Jumlah itu hampir AS$3 juta lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya. Jika tuduhan itu benar, maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita negara.
Final judgement: berakhir damai “
Ketika hokum online meminta konfirmasi, Harsono mengatakan bahwa permasalahan tersebut telah selesai. Sonny mengemukakan bahwa pihaknya telah melakukan suatu upaya hukum yang menyatakan, baik KPMG-SSH ataupun dirinya secara pribadi. tidak mengakui ataupun menolak tuduhan-tuduhan yang diajukan SEC dan Depkeh dan tidak dikenakan sanksi apapun.
"Perusahaan (KPMG-SSH-red) dan saya telah menyelesaikan perkara ini di Pengadilan di Houston. Untuk itu, baik saya ataupun perusahaan tidak mengakui ataupun menyangkal tuduhan-tuduhan dari pemerintah Amerika," jelas Harsono.
Menurut rilis SEC, penyelesaian dengan pola seperti yang dilakukan KPMG-SSH dan Harsono berdampak pada bebasnya kedua tergugat itu dari sanksi pidana ataupun denda. Menurut Harsono, upaya hukum yang dilakukan lawyer-nya di AS tersebut adalah sesuatu yang lazim dipraktekkan di AS.Harsono mengatakan bahwa dirinya tidak menghadiri secara langsung proses "perdamaian" antara pengacaranya dengan pengadilan di AS. Ia juga mengaku bahwa kabar tentang penyelesaian gugatan pemerintah AS terhadap dirinya itu baru ia ketahui dari kantornya.
Akibat hukum dari perdamaian itu sendiri adalah bahwa para tergugat, baik KPMG-SSH dan Harsono, dilarang untuk melakukan pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang berakibat pelanggaran terhadap pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya juga dilarang untuk melanggar pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan berdasarkan Securities Exchange Act tahun 1934.Dari dua undang-undang yang berbeda, ada tiga pasal yang dituduhkan telah dilanggar oleh KPMG-SSH dan Harsono. Untuk FCPA, KPMG-SSH dan Harsono didakwa telah melanggar Section 104A (a)(1), (2) dan (3). Sedangkan untuk Securities Exchange Act , UU Pasar Modal AS -, Section 30A(a)(1), (2), (3) serta Section 13 (b)(2)(B).
Terhadap pelanggaran pasal-pasal anti penyuapan  yang diatur dalam FCPA, SEC ataupun Depkeh dapat mengajukan gugatan dengan denda sampai dengan AS$10 ribu. Gugatan tersebut tidak hanya dapat dialamatkan pada perusahaan yang melanggar, namun juga terhadap para direktur, pejabat, karyawan, atau agen dari perusahaan yang bersangkutan. Bahkan, juga mencakup para pemegang sahamnya.
Untuk kasus-kasus tertentu, denda yang dapat diajukan baik oleh SEC ataupun oleh pihak kejaksaan dapat berkisar pada jumlah AS$5.000 hingga AS$100.000 terhadap orang tertentu, dan AS$50.000 hingga AS$500.000 untuk yang lainnya.Upaya hukum yang diambil oleh KPMG-SSH dan Harsono sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para tergugat lainnya di AS. Benar, memang ada tergugat lainnya di luar para pihak yang ada di Indonesia, yang terkait baik dengan Baker Hughes ataupun dengan PTEC. Dari rilis SEC diketahui bahwa di saat yang sama, SEC juga mengajukan gugatan terhadap akuntan yang disewa oleh Baker Hughes, yaitu Mattson and Harris. Namun, Mattson dan Harris hanya terkena pasal-pasal tentang laporan keuangan Securities Exchange Act, tidak FCPA.
ANALISIS :
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa  KPMG Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) telah terbukti melakukan pelanggaran etika dengan menyetujui penyogokan untuk mempengaruhi  pejabat kantor pajak  agar  "memangkas"  jumlah kewajiban pajak PTEC, dari AS$ 3,2 juta menjadi AS$ 270 ribu.Untuk mengubur penyuapan itu Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG.Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar AS$143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.Hasil  "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono baru terlihat beberapa minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil penghitungan pajak yang besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah. Jumlah itu hampir AS$3 juta lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya. Jika tuduhan itu benar, maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita negara.
Seharusnya akuntan jika disuruh klien untuk menyogok pejabat wajib menolak, bahkan untuk seluruh pekerjaannya. Jika benar dugaan sogokan ini, kasus skandal penyuapan pajak ini merupakan tamparan keras bagi profesi akuntan. Karena seharusnya, akuntan harus menjunjung kode etika profesi. maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali penyebab terjadinya kasus pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya tanggung jawab dan pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika yang harus dijalankan oleh pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait, adanya kesempatan dan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab yang mendukung adanya penyalahgunaan profesi tersebut, padahal harusnya hal-hal tersebut tidak patut terjadi, melihat betapa berat perjuangan rakyat terutama dalam hal pembayaran pajak maupun hal lain yang kemudia diselewengkan. Merupakan pekerjaan keras bagi kita semua untuk dapat meminimalisis, bahkan memusnahkan hal-hal buruk tersebut. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain meningkatkan pengawasan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, juga peningkatan ketegasan dari para penegak hokum.
Referensi :