JAKARTA, KOMPAS.com —
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengatakan,
terdapat interval yang cukup besar antara kerugian negara atas dana
talangan yang disuntikkan pemerintah untuk Bank Mutiara (sebelumnya
bernama Bank Century) dan harga pembelian oleh perusahaan investasi asal
Jepang, J Trust.
Total penyertaan modal sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) di Bank Mutiara sebesar Rp 8,1 triliun. Sementara itu, Bank
Mutiara diperkirakan terjual senilai Rp 5,2 triliun kepada J Trust.
"Letak masalahnya di situ. Mengapa ada interval?" ujar Busyro di Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Busyro mengatakan, hal tersebut menunjukkan adanya suatu proses yang
perlu didalami penyidik dalam pengembangan kasus Bank Century. Menurut
dia, KPK akan menelaah apakah dalam interval harga tersebut terdapat
indikasi adanya penggelapan dana atau kickback yang menyebabkan kerugian negara.
"Nanti akan kami telaah interval itu, apakah ada abuse-nya atau tidak, dan apakah di balik abuse itu kemudian ada kickback atau tidak," ujarnya.
Namun, hingga saat ini, Busyro mengaku bahwa pihaknya belum menelisik
dugaan tersebut. Ia mengatakan, KPK masih akan melihat hasil verifikasi
Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan terkait pembelian
Bank Mutiara oleh J Trust.
"Ini kan jadi kewenangan instansi lain, yaitu dari BPK, kemudian
masuk ke kami. Baru setelah masuk, kami akan menelisiknya, ada tidak
unsur-unsur kickback tadi," kata Busyro.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai, penjualan Bank Mutiara belum maksimal dan tidak sesuai dengan bail out
yang disuntikkan pemerintah untuk bank tersebut. Pada November 2008,
LPS mengambil alih Bank Century melalui penyertaan modal sementara (PMS)
sebesar Rp 6,7 triliun pada November 2008.
Kemudian, akhir Desember 2013, LPS menambah PMS ke Bank Mutiara
sebesar Rp 1,4 triliun sehingga total PMS LPS di Bank Mutiara menjadi Rp
8,1 triliun. JK juga mengakui adanya kerugian negara jika Bank Mutiara
dijual dengan harga yang lebih kecil dari dana yang digelontorkan
pemerintah untuk bank tersebut, yang nilainya mencapai Rp 8,1 triliun.
Menurut JK, ada kondisi-kondisi tertentu yang disepakati dalam
perjanjian jual beli Bank Mutiara antara LPS dan J Trust sehingga harga
beli lebih rendah dari nilai bail out.
LPS menjual Bank Mutiara kepada J Trust, lembaga investasi yang
berkantor pusat di Tokyo, Jepang, dan berdiri pada 18 Maret 1977.
Perusahaan ini juga mengambil alih 10 persen saham PT Bank Mayapada
Internasional Tbk.
Mengenai nilai pembelian Bank Mutiara, LPS belum bisa
mengungkapkannya kepada publik. Kepala Eksekutif LPS Kartika
Wirjoatmodjo pernah menjelaskan, salah satu pertimbangan dalam
menentukan calon investor adalah kesediaannya mengembangkan Bank
Mutiara.
Ekuitas Bank Mutiara per Desember 2013 sebesar Rp 1,3 triliun. Dengan
harga standar 3,2 kali nilai buku, Bank Mutiara diperkirakan terjual Rp
4,16 triliun. Namun, tidak tertutup kemungkinan, Bank Mutiara terjual
dengan harga di atas standar, yang berkisar 3,5 kali hingga 4 kali nilai
buku atau setara dengan Rp 4,55 triliun-Rp 5,2 triliun.
Nilai di atas Rp 3 triliun itu terbukti dari tidak lolosnya PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI sebagai pembeli. BRI menyediakan
dana Rp 3 triliun untuk membeli Bank Mutiara. Kendati demikian, LPS
menjamin penjualan Bank Mutiara sudah sesuai dengan prosedur. Setelah
pengalihan saham, hak-hak nasabah tetap sama seperti saat Bank Mutiara
masih dimiliki oleh LPS.