Kantor Akuntan
KPMG Indonesia Digugat di AS
Kantor akuntan publik
(KAP) ternama di Jakarta, KPMG Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) dan
Soni Harsono menjadi tergugat di Pengadilan AS. Tuduhannya tidak main-main:
menyuap pejabat kantor pajak di Jakarta. Sony, senior partner KPMG-SSH sebagai
tergugat kedua mengatakan perkara di AS itu sudah selesai. Di Indonesia?
Nama KPMG-SSH tentu sudah tidak asing lagi bagi para
eksekutif perusahaan-perusahaan besar di Jakarta. KAP ini juga merupakan satu
dari beberapa kantor akuntan besar andalan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) dalam melakukan restrukturisasi sekian banyak institusi keuangan di
Indonesia.
Namun, berita tentang KPMG-SSH yang dikeluarkan oleh Securities
Exchange Commision (SEC) pada 17
September 2001 lalu bukanlah hal yang bisa dikatakan prestasi bagi KAP itu.
Pasalnya, rilis SEC tersebut mengumumkan bahwa KPMG-SSH dan senior partner-nya,
Sony B. Harsono, diduga telah melakukan penyuapan terhadap pejabat kantor pajak
di Jakarta.
Apinya di Indonesia,
asapnya di AS
Ada apa di balik dugaan praktek penyuapan yang dituduhkan
terhadap KPMG-SSH yang notabene berkantor di Indonesia? Lagi pula, praktek suap
yang dituduhkan oleh kedua lembaga pemerintah AS itu pun terjadinya di
Indonesia. Jadi, persoalan ini menjadi tanda tanya besar bagi publik, khususnya
bagi mereka yang telah bertahun-tahun memakai jasa KPMG-SSH.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. "Api" yang
menyala di Indonesia, "asapnya" mengembara sampai ke AS.
Kronologisnya begini, AS memiliki undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt
Practises Act (FCPA), yaitu undang-undang yang melarang praktek korupsi yang
dilakukan di ranah asing. UU ini memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi
hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik
korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus gugatan terhadap KPMG-SSH , mitra bisnis dari multinational
accounting firm KPMG International,
ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT Eastman
Christensen (PTEC). PTEC ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas
sahamnya dipegang oleh Barker Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang
bermarkas di Texas, AS.
PTEC ini sendiri adalah pihak yang menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman
AS, meminta KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak Jakarta Selatan (PTEC
berdomisili di Jakarta Selatan-red). Perintah itu dimaksudkan agar jumlah
kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
Perintah langsung
Baker Hughes?
Penyuapan yang diduga digagas oleh Harsono melibatkan jumlah
yang sangat signifikan. Menurut gugatan itu, KPMG-SSH telah menyetujui untuk
melakukan pembayaran ilegal tersebut. Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat
kantor pajak agar "memangkas" jumlah kewajiban pajak PTEC, dari
AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu.Sebelumnya, Harsono mensyaratkan adanya
instruksi langsung dari Baker Hughes (dan bukan dari PT EC) kepada KPMG-SSH
untuk membayar pejabat kantor pajak. Atas dasar instruksi itu, tulis rilis SEC,
kantor KPMG-SSH bersedia melakukan praktek haram (illicit) tersebut.
Singkat cerita, transaksi suap-menyuap antara sang pegawai
yang telah diberi mandat oleh Harsono dengan oknum pejabat kantor pajak itupun
terjadi. Kemudian, tulis rilis SEC, untuk mengubur penyuapan itu Harsono
memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama KPMG.Tagihan
tersebut kemudian didesain tidak hanya untuk menutupi pembayaran uang suap
kepada petugas kantor pajak. Namun, sekaligus untuk fee atas imbal jasa
KPMG-SSH bagi PTEC. Meskipun dibuat seolah-olah sebagai biaya atas jasa
KPMG-SSH, tagihan “fiktif”itu
sebenarnya mewakili dana sogokan senilai AS$75 ribu yang akan diberikan pada
pejabat kantor pajak. Sementara sisanya adalah biaya jasa KAP dan utang pajak
yang sesungguhnya.
Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH
sebesar AS$143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan
sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.Hasil "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono
baru terlihat beberapa minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil
penghitungan pajak yang besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah.
Jumlah itu hampir AS$3 juta lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya.
Jika tuduhan itu benar, maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah
kerugian yang diderita negara.
Final judgement:
berakhir “damai “
Ketika hokum online meminta konfirmasi, Harsono mengatakan
bahwa permasalahan tersebut telah selesai. Sonny mengemukakan bahwa pihaknya
telah melakukan suatu upaya hukum yang menyatakan, baik KPMG-SSH ataupun
dirinya secara pribadi. tidak mengakui ataupun menolak tuduhan-tuduhan yang
diajukan SEC dan Depkeh dan tidak dikenakan sanksi apapun.
"Perusahaan (KPMG-SSH-red) dan saya telah menyelesaikan
perkara ini di Pengadilan di Houston. Untuk itu, baik saya ataupun perusahaan
tidak mengakui ataupun menyangkal tuduhan-tuduhan dari pemerintah
Amerika," jelas Harsono.
Menurut rilis SEC, penyelesaian dengan pola seperti yang
dilakukan KPMG-SSH dan Harsono berdampak pada bebasnya kedua tergugat itu dari
sanksi pidana ataupun denda. Menurut Harsono, upaya hukum yang dilakukan lawyer-nya
di AS tersebut adalah sesuatu yang lazim dipraktekkan di AS.Harsono mengatakan
bahwa dirinya tidak menghadiri secara langsung proses "perdamaian"
antara pengacaranya dengan pengadilan di AS. Ia juga mengaku bahwa kabar
tentang penyelesaian gugatan pemerintah AS terhadap dirinya itu baru ia ketahui
dari kantornya.
Akibat hukum dari perdamaian itu sendiri adalah bahwa para
tergugat, baik KPMG-SSH dan Harsono, dilarang untuk melakukan pelanggaran,
memberikan bantuan dan advis yang berakibat pelanggaran terhadap pasal-pasal
anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya juga dilarang untuk melanggar
pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan berdasarkan
Securities Exchange Act tahun 1934.Dari dua undang-undang yang berbeda, ada
tiga pasal yang dituduhkan telah dilanggar oleh KPMG-SSH dan Harsono. Untuk
FCPA, KPMG-SSH dan Harsono didakwa telah melanggar Section 104A (a)(1), (2) dan
(3). Sedangkan untuk Securities Exchange Act ,
UU Pasar Modal AS -, Section 30A(a)(1), (2), (3) serta Section 13
(b)(2)(B).
Terhadap pelanggaran pasal-pasal anti penyuapan yang diatur dalam FCPA, SEC ataupun Depkeh
dapat mengajukan gugatan dengan denda sampai dengan AS$10 ribu. Gugatan
tersebut tidak hanya dapat dialamatkan pada perusahaan yang melanggar, namun
juga terhadap para direktur, pejabat, karyawan, atau agen dari perusahaan yang
bersangkutan. Bahkan, juga mencakup para pemegang sahamnya.
Untuk kasus-kasus tertentu, denda yang dapat diajukan baik
oleh SEC ataupun oleh pihak kejaksaan dapat berkisar pada jumlah AS$5.000
hingga AS$100.000 terhadap orang tertentu, dan AS$50.000 hingga AS$500.000
untuk yang lainnya.Upaya hukum yang diambil oleh KPMG-SSH dan Harsono
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para tergugat lainnya di AS. Benar, memang
ada tergugat lainnya di luar para pihak yang ada di Indonesia, yang terkait
baik dengan Baker Hughes ataupun dengan PTEC. Dari rilis SEC diketahui bahwa di
saat yang sama, SEC juga mengajukan gugatan terhadap akuntan yang disewa oleh
Baker Hughes, yaitu Mattson and Harris. Namun, Mattson dan Harris hanya terkena
pasal-pasal tentang laporan keuangan Securities Exchange Act, tidak FCPA.
ANALISIS :
Dari kasus tersebut dapat
disimpulkan bahwa KPMG Siddharta Siddharta & Harsono
(KPMG-SSH) telah terbukti melakukan pelanggaran etika dengan menyetujui penyogokan
untuk mempengaruhi pejabat kantor pajak agar "memangkas" jumlah kewajiban
pajak PTEC, dari AS$ 3,2 juta menjadi AS$ 270 ribu.Untuk mengubur penyuapan itu
Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan (invoice) atas nama
KPMG.Setelah menerima tagihan tersebut, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar AS$143
ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku perusahaan sebagai
pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan KPMG-SSH.Hasil "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono
baru terlihat beberapa minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil
penghitungan pajak yang besarnya kurang lebih AS$270 ribu dari pemerintah.
Jumlah itu hampir AS$3 juta lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya.
Jika tuduhan itu benar, maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah
kerugian yang diderita negara.
Seharusnya akuntan jika disuruh
klien untuk menyogok pejabat wajib menolak, bahkan untuk seluruh pekerjaannya.
Jika benar dugaan sogokan ini, kasus skandal penyuapan pajak ini merupakan
tamparan keras bagi profesi akuntan. Karena seharusnya, akuntan harus menjunjung
kode etika profesi. maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali penyebab
terjadinya kasus pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya
tanggung jawab dan pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika
yang harus dijalankan oleh pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya
pengawasan dari pihak-pihak terkait, adanya kesempatan dan beberapa pihak yang
tidak bertanggung jawab yang mendukung adanya penyalahgunaan profesi tersebut,
padahal harusnya hal-hal tersebut tidak patut terjadi, melihat betapa berat
perjuangan rakyat terutama dalam hal pembayaran pajak maupun hal lain yang
kemudia diselewengkan. Merupakan pekerjaan keras bagi kita semua untuk dapat
meminimalisis, bahkan memusnahkan hal-hal buruk tersebut. Beberapa hal yang
bisa dilakukan antara lain meningkatkan pengawasan, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, juga peningkatan ketegasan dari para penegak hokum.
Referensi :