Pengertian Kalimat Inti
Pembahasan tentang kalimat inti pada dasarnya
berkaitan dengan S, P, O, Pel., dan K. Pada Bab S, P, O, Pel., dan K
dijelaskan bahwa unsur inti kalimat meliputi S, P, dan O atau Pel.,
tetapi kedua unsur terakhir kehadirannya bergantung pada jenis kata yang
menempati P. Sebaliknya, unsur K tidak termasuk ke dalam unsur inti
kalimat.
Lalu, apa yang dimaksud dengan kalimat inti? Kalimat inti memiliki ciri-ciri:
• Hanya terdiri atas unsur inti kalimat (S, P, O/Pel.);
• Unsur-unsur inti itu selalu berupa kata, tidak mungkin berupa kelompok kata;
• berpola kalimat normal (SP), bukan kalimat inversi (PS);
• Berupa kalimat berita; dan
• Tidak dalam bentuk kalimat negatif
Perhatikan artikel yang saya dapat dari kompas.com dibawah ini :
KOMPAS.com - Kewirausahaan pada dasarnya adalah
kegiatan perubahan. Dan perubahan dengan basis kewirausahaan berawal
dari pandangan bahwa setiap masalah adalah peluang.
Jadi kalau Anda suka dengan perubahan, cobalah melakukannya
dengan memecahkan masalah sampah di lokasi Anda tinggal. Semua masalah
perubahan ada di sana: Ya kebiasaan, masalah sosial, mindset,
resistensi warga, permainan oknum aparat pemda, keterlibatan agen-agen
perubahan, sampai pengorbanan, biaya dan kreativitas untuk menjadikannya
peluang usaha.
Jadi ini bukan hanya masalah gubernur DKI yang lagi mumet
mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas di DKI. Ini masalah semua
orang lain dari Pelabuhan Malahayati di Banda Aceh,Sinabang di Pulau
Siemeleu, Danau Toba, Pantai Kuta, Banjarmasin, Danau Jikumerasa di
Pulau Buru sampai Manado dan Merauke. Semua kota, danau dan
sungai-sungai itu telah tercemar oleh sampah. Dan yang terbanyak adalah
botol plastik AMDK dan sachet shampoo.
Bila dulu 80 persen sampah adalah organik, kini sebaliknya, 80
persen sampah adalah plastik dan kemasan anorganik yang sulit diurai
oleh tanah. Padahal semua itu adalah biomas, bahan bakar yang bisa
dipakai buat menggerakkan PLTU, dan tungku-tungku api di berbagai pabrik
yang kalorinya hanya berbeda 10-20 persen dari batubara.
Sampah Pasar
Harus diakui metode
penanganan sampah kita tak ada kemajuan sejak 40 tahun yang lalu meski
UU pengolahan sampah sudah harus dijalankan. Sejak 40 tahun yang silam,
semua pemda hanya fokus menyangkut sampah dari pasar, yaitu pasar
tradisional ke TPA yang terbuka.
Ya, hanya di pasar becek itulah kita menemukan bak besar
penanganan sampah. Itupun hanya satu-dua buah bak sampah. Warga
masyarakat yang tak punya tempat pembuangan pun mengorganisir diri.
Membayar lewat RT/RW yang lalu mencari orang yang biasa mengangkut
dengan gerobak dorong. Di sana Pemda absen, atau membiarkannya menjadi
obyekan para oknum.
Sampah-sampah itu dibuang ke dalam bak semen yang terletak di
bagian luar rumah, lalu petugas menyeroknya dengan menggunakan garpu
besar dan pacul. Karena bingung, maka mereka pun mencari lahan-lahan
kosong yang bisa dijadikan area pembuangan. Biasanya di tepi kali. Kalau
hujan turun, sampah pun hanyut, lalu menumpuk di muara (Jakarta). Sebab
kalau membuang di bak pasar, mereka dikenakan ongkos oleh mantri pasar.
Di pasar sendiri, daya tampungnya semakin hari semakin tak
memadai. Ratusan orang bersepeda motor, setiap hari membuang satu-dua
kantong plastik berisi sampah dari kampung-kampung yang tak mempunyai
sistem pengangkutan sampah.
Jadi 700 truk angkut sampah di DKI itu adalah pengangkut sampah
pasar saja. Lantas siapa yang mengani sampah di wilayah perumahan?
Ketua RT/RW yang cerdik pun mencari akal mendekati mobil-mobil
dinas kebersihan milik pemda. Mereka melakukan deal. Keputusannya,
sampah diangkut setiap hari.
Masalahnya, sekarang jalan-jalan semakin macet. Jam untuk
perjalanan truk keluar-masuk dalam kota kini dibatasi. Di TPA pun
truk-truk sampah harus antri, macet. Akibatnya truk-truk itu semakin
lamban beroprasi dan sampah di daerah perumahan semakin tak terurus.
Dari tiga rit zaman dulu, kini truk-truk sampah hanya bisa mengangkut
satu rit sampah sehari.
Tapi tahukah anda, masih ada satu masalah lagi: bak semen. Ini
bak sampah yang ada di depan rumah-rumah kita. Bak itu tak bisa diangkat
seperti layaknya bak-bak pelastik. Jadi perlu waktu untuk
memindahkannya ke dalam truk.
Seorang teman pernah berhitung.
Ternyata perlu waktu 6 menit untuk mengorek habis sampahnya dan
diangkut. Jadi dengan perjalanan keliling perumahan, dalam 1 Jam, paling
banyak hanya sampah dari 10 buah rumah yang bisa diangkut. Kalau
petugas beroperasi 4 jam, artinya hanya separuh RT (40 KK) yang
sampahnya bisa diangkut. Sekarang anda mengerti bukan, mengapa
sampah-sampah anda hanya diangkat seminggu sekali.
Dan kalau satu rumah membayar Rp 30.000 (sebulan) untuk biaya
kebersihan, berarti untuk satu RT (80 KK) hanya didapat Rp 2,4 juta
sebulan atau Rp 80.000 per hari. Ini jelas tak menarik bagi petugas yang
ngobyek atau bisnis angkutan yang menggunakan truk. Kalau satu
RW saja ada 800 warga, berarti didapat Rp 24 juta. Itupun 10 persen
warga biasanya tak mau membayar. Namun kalau perumahan kelas menengah,
biasanya bersedia membayar lebih.
Nah ongkos sewa truk saja sebulan bisa mencapai Rp 10 juta, belum
termasuk biaya bensin, upah buruh, dan ongkos buang. Itupun tidak bisa
setiap hari diangkut. Jadi bayangkanlah, apa yang akan dilakukan
masyarakat selain membuang sampahnya ke tanah-tanah kosong di tepi-tepi
kali?
Bisnis Sampah
Sekitar sepuluh tahun yang lalu Rumah Perubahan pernah menaruh
perhatian yang serius terhadap masalah sampah. Kami memperkenalkan
wirausaha-wirausaha baru yang mengolah sampah lingkungan. Salah satunya
berhasil membuat mesin pencacah skala satu kelurahan.
Tetapi masalahnya, diperlukan change management yang
kuat untuk menjalankannya. Namun sebagian pengusaha cenderung tak berani
melakukannya. Mereka hanya melakukan business as usual.
Jadi, pertama, harus ada keinginan dari warga agar sampahnya diurus orang lain, namun mereka harus rela membayar biayanya.
Kedua, bak-bak semen harus diganti dengan ember-ember plastik
besar dengan cara lima – enam rumah memakai satu bak sampah besar.
Ketiga, sampah-sampah itu diangkut dengan baktor yang biaya angkutnya
murah dan bisa menembus kampung,
Keempat, harus ada sepetak tanah ukuran sekitar 100 meter persegi
yang dialokasikan untuk mengolah sampah masyarakat untuk mencacah dan
memilah.
Dan kelima harus ada wirausaha yang mau mengotori tangan menjalankan bisnis ini.
Nah, dimana Change-nya?
Begini. Saat program dimulai Anda akan bertemu banyak hambatan.
Ada warga yang tak mau membayar, lebih senang membuang secara cuma-cuma
daripada diurus orang lain. Ada banyak orang yang tak ingin bak semennya
diganti, dan kalau diganti bak plastik, mereka tak ingin bak itu
ditaruh di depan rumah mereka.
Anda mungkin akan menemukan bak-bak itu hilang digotong orang,
atau sampah dan bak plastiknya dibakar orang-orang tertentu. Ketika
kucing atau pemulung mengorek-ngorek sampah dan berceceran di luar bak,
mereka yang depan rumahnya dijadikan tempat peletakkan bak plastik
bersma a mudah tersinggung dan minta agar bak itu dipindahkan. Setelah
itu Anda akan bertemu dengan ketua-ketua RT yang minta bagian uang
sampah, bahkan mereka minta hak untuk mengumpulkannya, tetapi seringkali
menunggak penyerahannya kepada Anda.
Ini baru sedikit masalah. Setelah itu Anda akan diprotes warga
yang tinggal di dekat tempat pengolahan sampah. Mereka akan mengatakan
“Sampah ini bau” dan mengganggu keluarga mereka. Mereka juga menuding,
air tanahnya tercemar. Di tambah lagi, akan datang aparat dari kecamatan
atau kotamadya yang mempersoalkan “izin pengelolaan sampah” yang tak
pernah Anda ketahui.
Tapi jangan berkecil hati. Semua itu ada solusinya. Saya sendiri
sudah menjalakannya dan melewati masa-masa yang lebih sulit dari yang
bisa diceritakan. Dan jangan lupa, di balik itu semua ada peluang bisnis
yang besar. Bau yang menyengat pun tak terjadi. Semua bisa diatasi asal
anda tekun.
Seperti apa peluangnya, nanti saya lanjutkan.
Dari artikel diatas dapat saya cari terdapat 10 kalimat inti yaitu:
1. Warga mengumpulkan sampah
2. Sampah dikumpulkan warga
3. Warga berwirausaha sampah
4. Sampah diuangkan oleh warga
5. Warga bergotong royong
6. Warga bekerjasama satu sama lain
7. Warga mempunyai usaha baru
8. Warga membersihkan pasar
9. Warga merapihkan tong sampah
10. Pasar dirapihkan oleh warga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar